Pengertian
kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan
perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Interpretasi lebih jauh mengenai
hal itu, yakni agar keduanya atau yang lebih ditekankan di sini adalah kaum
perempuan, mampu berperan dan berpartisipasi dalam bidang politik, hukum,
ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan. Wacana akan
kesetaraan gender bukanlah barang kemarin sore, pada zaman R.A. Kartini
tuntutan akan kesetaraan dan keadilan gender sudah muncul, lebih jauh dari itu
semua Islam sudah membahasnya secara jelas dan tuntas. Tuntutan era globalisasi
tak bisa dipungkiri menjadi landasan wacana ini muncul. Pada era modern seperti
sekarang ini kesetaraan gender telah menimbulkan polemik dan memunculkan
pandangan pro dan kontra. Pada hakikatnya peran dan fungsi antara
laki-laki dan perempuan jelas berbeda, peran dan fungsi keduanya boleh
dikatakan tidak bisa disejajarkan. Apabila keduanya disetarakan dalam
semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama
dengan melanggar kodrat. Realita yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa antara
laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan-perbedaan mendasar. Secara
biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Dari sisi
sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga
berbeda.[1] Pengertian gender sendiri
adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Peran gender terbagi menjadi peran produktif,
peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.[2] Peran yang ketiga menjadi peran yang
lebih besar dan penting. Tentu kita semua tahu dan paham bahwa peran tersebut
hanya dimiliki oleh perempuan. Peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan
tidak berjalan sendiri-sendiri. Peran dan fungsi dari keduanya harus berjalan
bersama apabila peran dan fungsi keduanya berjalan bersama dan saling mengisi
maka ibarat kopi dengan gula keduanya akan terasa nikmat dan memberikan efek
harmonis.
Kesetaraan gender sering dikaitkan dengan hak asasi
manusia, batasan hak asasi manusia sendiri ada dua, yaitu yang dianggap sebagai
hak asasi dan resiprositas (hak asasi miliknya tidak menganggu hak asasi orang
lain). Cakupan dari hak asasi secara universal berkaitan dengan manusia,
cakupan secara relatif dari hak asasi tersebut yaitu norma sosial dan ideologi.
Setara tak mesti sama, kesetaraan adalah klaim etis yang berusaha mengatakan
bahwa semua manusia berkedudukan setara. Kesetaraan itu lebih kepada praktek
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan.
Menurut pandangan Islam. Segala sesuatu diciptakan Allah dengan kodrat. Demikian halnya
manusia, antara laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin
memiliki kodratnya masing-masing. Al-Qur'an mengakui adanya perbedaan anatomi
antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an juga mengakui bahwa anggota
masing-masing gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaan yang telah
dirumuskan dengan baik serta dipertahankan oleh budaya, baik dari kalangan kaum
laki-laki maupun perempuan sendiri.
Al-Qur'an tidak mengajarkan diskriminasi antara
lelaki dan perempuan sebagai manusia. Di hadapan Tuhan, lelaki dan perempuan
mempunyai derajat yang sama, namun masalahnya terletak pada implementasi atau
operasionalisasi ajaran tersebut. Kemunculan agama pada dasarnya merupakan jeda
yang secara periodik berusaha mencairkan kekentalan budaya patriarkhi. Oleh
sebab itu, kemunculan setiap agama selalu mendapatkan perlawanan dari mereka
yang diuntungkan oleh budaya patriarkhi. Sikap perlawanan tersebut mengalami
pasang surut dalam perkembangan sejarah manusia.
sumber:
http://imandria.blog.com/?p=27
http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/kesetaraan-gender-dalam-pandangan-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar